Minggu, 24 April 2011

Menyoal tentang UN

Menyoal tentang UN(gambaran pro dan kontra pelaksanaan UN)
Oleh:DediSupriadi,MPd



Pendahuluan

“Biarkan Anjing menggonggong kafila tetap berlalu” pribahasa ini mungkin yang tepat untuk menggambarkan penyelenggaraan UN yang masih dibayang-bayangi oleh perbedaan pendapat antara yang pro dan kontra sejak diberlakukanya Ujian Nasional, tetapi Pemerintah dalam hal ini pihak kementrian pendidikan nasional dan BNSP tetap “keukeuh” melaksanaan UN, sebagai dasar hukum pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 45 Tahun 2010 tentang Kriteria Kelulusan dan Permendiknas Nomor 46 tentang Pelaksanaan Ujian Nasional disebutkan bahwa pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2010/2011 jenjang sekolah menengah atas/ madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan (SMA/MA/SMK) akan digelar pada 18-21 April 2011.
Adapun pelaksanaan UN sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) akan digelar pada 25-28 April 2011. Pemerintah mengabaikan kritik masyarakat yang menunjuk UN tidak sesuai prinsip-prinsip pedagogis, bahkan bertentangan dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen. buktinya UN untuk siswa tetap dilaksanakan, padahal dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, disentralisasi, otonomi, keadilan dan menjungjung tinggi hak azasi manusia., lalu ada apa dengan UN???

a.Pelaksanaan UN di Mata Hukum
Pelaksanaan UN tahun lalu pernah mendapatkan kritikan dari berbagai elemen masyarakat bahkan gemuruh suara penolakan datang dari mahasiswa, guru, aktivis, hingga DPR seperti disampaikan oleh Zulfadli anggota komisi X DPRRI mengatakan bahwa pada Pasal 58 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menyatakan, “evaluasi siswa dilakukan oleh pendidik”…. Dalam hal ini adalah sekolah dan gurunya, berarti penentu kelulusan peserta didik bukan hasil UN maka untuk menjawab pesoalan diatas maka pemerintah melibatkan pihak sekolah dalam menentukan kelulusan, dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 45 Tahun 2010 tentang Kriteria Kelulusan, sebagai solusi bahwa sekarang formula kelulusan 60 persen UN ditambah 40 persen nilai sekolah, dengan Rumus yang ditawarkan pemerintah untuk nilai gabungan = (0,6 x nilai UN) + (0,4 x nilai sekolah). Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan dari nilai rapor semester 3-5 untuk tiap mata pelajaran UN. Akan tetapi oleh sebagian masyarakat pelaksanaan UN Tahun Pelajaran 2010/2011 mulai dari jenjang sekolah (SMA/MA/SMK) yang digelar pada 18-21 April 2011, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan UN sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) akan digelar pada 25 sampai 28 April 2011, namun pelaksanaanya tetap dinilai cacat hukum, terkait dengan dikeluakannya putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan tersebut.
Maka dalam hal ini Edi berpendapat “ bahwa pemerintah telah melakukan pembangkangan hukum yakni tidak mematuhi isi putusan pengadilan. Isi putusan itu telah menolak kasasi yang diajukan pemerintah. Di PengadilanTinggi menguatkan isi Pengadilan Negeri. Yang harus dilakukan adalah mematuhi putusan MA itu,” tegas Edi Gurning, aktivis LBH Jakarta yang tergabung dalam aliansi KOBAR, saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta. Aliansi Kobar merupakan gabungan17 organisasi, diantaranya :Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII), LBH Jakarta, LBH Pendidikan, Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Serikat Perempuan Indonesia. Para penolak UN mengutip putusan PN Jakpus bernomor 228/ Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst, yang diketok 4 -tahun lalu. Pengadilan memerintahkan kepada tergugat yaitu (pemerintah)agar meningkatkan kualitasguru kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yg lengkap - diseluruh daerah di Indonesia sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN. Kalau belum meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan akses informasi yang -lengkap, jangan dulu ada UN. (Surat Kabar Radar Bogor)

b.UN bukan Alat Ukur satu-satunya
Ujian nasional bertujuan yaitu untuk meningkatkan standar Pendidikan ditanah Air. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui dan memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan melalui UN yang merupakan salah satu “alat ukur” untuk mengetahui sejauhmana peningkatan standar pendidikan, akan tetapi perlu digaris bawahi setahun yang lalu Presiden SBY menegaskan agar “ kebijakan tentang Ujian Nasional (UN) harus ditetapkan dengan tepat dan benar. SBY mengintruksikan UN tidak dijadikan satu-satunya alat ukur dalam pendidikan. “Saya berpendapat sebaiknya UN tidak satu-satunya alat ukur yang bisa kita tentukan. Pilih dengan paduan aspek lain,” ujar SBY saat membuka rapat terbatas masalah pendidikan dan kesehatan di Kantor Presiden, Jl Veteran, Jakarta, Kamis (7/1/2010). Bahkan kritikan pedas pernah dilontarkan oleh Edi Gurning, aktivis LBH Jakarta Sangat tidak masuk akal, pendidikan di Papua diukur dengan alat ukur yang sama dengan pendidikan Jakarta,” jelas Gurning.
Dan dalam Raker Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dengan Komisi X DPR RI, dengan agenda “Formulasi dan Pelaksanaan UN 2011″, Menteri Pendidikan Nasional menyampaikan manfaat hasil ujian nasional. Hasil UN digunakan untuk memetakan mutu program satuan pendidikan secara nasional; pintu masuk untuk pembinaan dan perbaikan mutu pendidikan, baik di tingkat satuan pendidikan maupun naional; mendorong motivasi belajar siswa; dan mendorong penigkatan mutu proses belajar megajar.
Tetapi apa yang dirasakan Masyarakat secara umum, bahwa masyarakat merasa pelaksanaan Ujian Nasional dalam teknis pelaksanaannya sifatnya belum berkeadilan terhadap kepentingan masa depan anak bangsa, karena mereka mengingat pelaksanaan Ujian Nasional hampir sama dengan tahun sebelumnya yaitu nilai UN menjadi salah satu penentu kelulusan peserta didik yaitu menggunakan formula kelulusanya agak sedikit berbeda yaitu dengan memberikan kewenangan 40% kepada pihak sekolah dan 60% dari hasil Nilai UN. Sehingga wajar bila masyarakat merasa takut dan cemas kalau anaknya nanti tidak lulus dari sekolah. Masyarakat berpandangan kalau teknis pelaksanaan Ujian Nasional dilaksanakan secara menyeluruh di semua satuan pendidikan maka perlu ada pembenahan komponen pendidikan secara merata di seluruhIndonesia. tetapi kalau komponen pendidikan tersebut belum merata secara nasional maka Ujian nasional tidak perlu dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan kutipan keputusan PN Jakpus bernomor 228/ Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst, yang diketok 4 tahun lalu. Pengadilan memerintahkan kepada tergugat (pemerintah) meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap diseluruh daerah di Indonesia.

c.Melihat Fakta dilapangan
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan peserta didik pada satuan pendidikan masih banyak yang belum memiliki sarana prasarana yang memadai disetiap sekolah bahkan terkesan kurang adil suatu contoh Pemerintah Daerah atau Pusat lebih memperhatikan sekolah yang berlebel RSBI atau SSN daripada sekolah negeri maupun sekolah swasta yang tak berlebel, sehingga motivasi belajar peserta didik sangat rendah untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian nasional, maka wajar motivasi belajar siswa RSBI/SSN berbanding terbalik dengan sekolah yang tak berlebel. Ironisnya hal ini dperparah dengan Tingkat Kesukaran Soal (bobot soal) yang sama untuk seluruh sekolah tanpa memandang Status. Pertanyaanya sederhana jadi apa beda dan keistimewaannya RSBI/SSN dengan sekolah biasa bila soal UN sama???

Kesimpulan
Biaya pelaksanaan UN tidak sedikit yaitu diperkirakan menyedot dana sebesar Rp.580 Milyar. Lebih jauh menurut Mendiknas menjelaskan besaran biaya tersebut dipergunakan antara lain untuk mencetak soal, biaya pengawasan, biaya pengkoreksian, dan operasional lainnya yang masih berhubungan dengan ujian nasional. Mendiknas juga menjamin dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan karena sudah melalui pembahasan dan pengawasan ketat. Kemudian dengan harapan ada peningkatkatan mutu pendidikan di Indonesia. Tetapi sangat disayangkan Pemerintah hanya ingin memetik hasil dengan jalan pintas tanpa peduli proses untuk mendapatkan sebuah hasil. Padahal masih banyak siswa dari keluarga miskin tidak mempunyai akses dalam menyiapkan diri menghadapi UN. Tidak bisa dinilai bahwa sekolah lebih bermutu bila berlebel RSBI/SSN daripada yang tidak berlebel karena Para siswa RSBI/SSN sebagian besar mengalami kelimpahan fasilitas dan akses informasi lebih maju daripada siswa biasa yang tidak berlebel. Lalu bagaimana nasib anak-anak pinggiran atau masyarakat miskin kota dan bagaimana siswa serta guru yang berada diwilayah Kalimantan dan Papua yang serba terbatas baik Faktor kecukupan gizi, persediaan perangkat belajar, serta kondisi keluarga dasar penentu untuk mewujudkan sebuah prestasi.
Oleh karena itu daripada uang negara dihamburkan untuk hajatan ujian nasional alangkah baiknya bila digunakan dulu untuk memperbaiki fasilitas dan layanan pendidikan seluruh anak di negeri ini sehingga bisa merasakan keadilan yang merata. Kembalikan kewenangan mengevaluasi kepada guru dan sekolah sebagai amanat dari sebuah Undangu undang, karena saat ini Guru mampu menempatkan posisinya dengan berani untuk mengatakan ”Qullil Haq Wallau Kana Muuron”.Katakanlah kebenaran itu sekalipun Pahit!

Penulis adalah :
Direktur CEC ”Care Educational Community”
Masyarakat Peduli Pendidikan

3 komentar:

  1. assalamualaikum wr.wb, saya setuju UN tetapi formula kelulusannya diganti 75% untuk sekolah dan 25% dari hasil UN itu baru adil, kalau gak bubarkan saja UN......ganti yang lebih baik..ok! dariku: FERRY KUNINGAN

    BalasHapus
  2. he..he.. emang gue pikirin yang penting gue kebagian...dananya aja besar bro..semua yang terlibat dalam hajatan...pastinya.....

    BalasHapus
  3. negeri ini negeri yang di di isi oleh orang2 tamak serakah bahkan rakus....??? mereka baik bila dilihat mereka peduli bila dipuji.., apalagi urusan pendidikan mereka takut bila anak dinegri pintar maka kebodohan, kebobrokan dan keserakahanya terbongkar......

    BalasHapus